TEORI DAN GAYA KEPEMIMPINAN
TEORI
DAN GAYA KEPEMIMPINAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi
Tugas
Mata kuliah : Perilaku
Organisasi
Dosen Pengampu : Ratna
Yulia, S.E MM

Disusun Oleh:
1. Atik Rohmawati 212417
2. Windy Vinorika Yuli Astuti 212418
3. Rifki Noviyanto 212419
4. Anis Fitriyah 212421
![]() |
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM / MBS
TAHUN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan
pada dasarnya sangat dibutuhkan manusia, dengan adanya suatu keterbatasan dan kelebihan-kelebihan
tertentu pada manusia. Di satu pihak manusia memiliki kemampuan terbatas untuk
memimpin, dipihak lain ada orang yang mempunyai kelebihan kemampuan untuk
memimpin. Hingga timbullah kebutuhan akan pimpinan dan kepemimpinan.
Sebagaimana
dikatakan bahwa hampir semua penulis dan literatur manajer setuju bahwa
kepemimpinan adalah sesuatu proses untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan
seseorang atas kelompok di dalam usahanya untuk mencapai tujuan pada suatu
situasi tertentu.
Persoalan
kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik dan senantiasa memberikan
daya tarik yang kuat pada setiap orang. Suatu organisasi akan berhasil atau
gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan. Suatu ungkapan mulia yang
mengatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan
suatu pekerjaan, merupakan ungkapan yang mendudukan posisi pemimpin dalam suatu
organisasi pada posisi yang sangat penting. Dan lebih lengkap apa saja teori
dan bagaimana gaya kepemimpinan akan dibahas dalam makalah ini.
2.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori kepemimpinan dalam
manajemen?
2. Bagaimana gaya kepemimpinan dalam
manajemen?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Teori kepemimpinan
Ralph M. Stogdill dalam survainya
mengenai riset dan teori kepemimpinan mendefinisikan bahwa kepemimpinan
manajerial sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan
dengan tugas dari para anggota kelompok. Ada tiga implikasi penting yakni:
a. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain
yaitu bawahan atau pengikut.
b. Kepemimpinan mencakup distribusi
kekuasaan yang tidak sama diantara pemimpin dan anggota kelompok.
c. Disamping secara sah mampu memberikan
perintah atau pengarahan, pemimpin juga dapat mempengaruhi bawahan dengan
berbagai cara.[1]
Untuk
itu kami akan menjelaskan tiga teori kepemimpinan yang menjadi grand teory kepemimpinan:
a. Teori sifat (trait theory)
Menurut Sondang P.
Siagian, teori ini disebut pula “teory
genetic”. Teori ini menjelaskan bahwa eksistensi seorang pemimpin dapat
dilihat dan dinilai berdasarkan sifat-sifat yang dibawa sejak lahir sebagai
sesuatu yang diwariskan.
b. Teori perilaku (behavior theory)
Teori ini mendasarkan
asumsinya bahwa kepemimpinan harus dipandang sebagai hubungan diantara
orang-orang, bukan sebagai sifat-sifat atau ciri-ciri sebagai individu.
c. Teori lingkungan (environmental theory)
Teori ini beranggapan
bahwa munculnya pemimpin-pemimpin itu merupakan hasil dari waktu, tempat, dan
keadaan (admosoedirdjo,1976:59).[2]
Walau demikian, tiga teori diatas
bukan tanpa kritik. Alvin W. Gouler (1988:142) mengkritik bahwa ketiga teori tersebut kurang
sempurna.[3]
Sehingga
dari sejumlah literatur tentang kepemimpinan, ada sejumlah kepemimpinan yang dapat melengkapi dari ketiga teori tersebut, diantaranya:
a. Teori sifat (trait teory).
Teori awal tentang
sifat ini pada waktu itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan bukannya
dibuat. Namun ternyata setelah ada beberapa penelitian tidak ada korelasi
antara sifat-sifat fisik dengan keberhasilan manager. Yang tampaknya mempunyai
pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi menurut Keith Davis
adalah kecerdasan, kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, motivasi diri dan
dorongan berprestasi, sikap-sikap hubungan kemanusiaan.
b. Teori kelompok.
Teori kelompok ini
beranggapan bahwa supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, harus
terdapat suatu
pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Penemuan
Greene menyatakan bahwa ketika para bawahan tidak melaksanakan tugas dengan
baik maka pemimpin cenderung menekankan pada struktur pengambilan inisiatif
(perilaku tugas). Tetapi ketika para bawahan dapat melaksanakan pekerjaan
secara baik maka pemimpin menaikkan penekanannya pada pemberian perhatian
(perilaku tata hubungan).
c. Teori situasional dan model kontijensi.
Studi kepemimpinan ini
berangkat dari anggapan bahwa kepemimpinan seseorang ditentukan oleh berbagai
situasional dan saling ketergantungan satu sama lain.
Model ini berisi
tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan.
Kombinasi antara situasi yang menyenangkan dengan gaya kepemimpinan akan
menentukan efektivitas kerja.
d. Teori jalan kecil-tujuan (path-goal
theory).
Hakikat dari teori ini adalah
bahwa tujuan pemimpin adalah membantu pengikutnya mencapai tujuan dan untuk
memberikan penghargaan atau dukungan yang perlu guna memastikan tujuan mereka
sesuai dengan sasaran keseluruhan dari kelompok organisasi.
e. Teori pendekatan social learning dalam kepemimpinan.
Social
learning merupakan suatu teori yang dapat
memberikan suatu model yang menjamin kelangsungan, interaksi timbal balik
antara pemimpin lingkungan dan perilakunya sendiri[4]
2.
Gaya kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan norma
perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba
memengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal menyelaraskan
persepsi diantara orang yang akan memengaruhi perilaku dengan orang yang
perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya.[5]
Ketika orang-orang membicarakan gaya
kepemimpinan, mereka mengidentifikasikan dua kategori gaya kepemimpinan. Yaitu:
a. Gaya yang berorientasi pada tugas.
Manajer yang
berorientasi pada tugas mengarahkan dan mengawasi bawahanya secara ketat untuk
menjamin bahwa tugas yang dilaksanakan secara memuaskan. Gaya kepemimpinan
seperti ini lebih mementingkan terlaksananya tugas daripada perkembangan dan
pertumbuhan bawahan.
b. Gaya yang berorientasi pada karyawan.
Manajer yang
berorientasi pada karyawan berusaha untuk memotivasi daripada menyupervisi
bawahan. Mereka mendorong anggota kelompok untuk melaksanakan tugas dengan
membiarkan anggota kelompok ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.[6]
Adapun
pengembangan dari kedua kategori gaya kepemimpinan yaitu:
a. Gaya kepemimpinan kontinum.
Gaya ini diperkenalkan
oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Kedua ahli ini menggambarkan gagasan
melalui dua bidang yakni: pertama: bidang
pengaruh pimpinan. Pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinanya. Kedua: bidang pengaruh kebebasan
bawahan. Pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Ada tujuh model keputusan
kepemimpinan sebagai berikut:
1. Pemimpin membuat keputusan dan
mengumumkanya.
2. Pemimpin menjual keputusan.
3. Pemimpin memberikan ide dan mengundang
pertanyaan.
4. Pemimpin memberikan keputusan sementara
yang bisa diubah.
5. Pemimpin memberikan persoalan, meminta
saran-saran dan membuat keputusan.
6. Pemimpin merumuskan batas-batasnya
meminta pada kelompok untuk membuat keputusan.
7. Pimpinan mengizinkan bawahan untuk
melakukan fungsi dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh atasan.
b. Gaya managerial grid.
Dalam rangka
mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam manajemen dilakukan
oleh Robert R. Blake dan Jane S. Mouton.
Managerial grid menekankan bagaimana manager memikirkan produksi dan
hubungan manager serta memikirkan produksi dan hubungan kerja dengan
manusianya. Gaya kepemimpian dalam managerial grid antara lain:
1. Manager sedikit sekali usahanya untuk
memikirkan orang-orang yang bekerja dengannya, dan produksi yang seharusnya
dihasilkan oleh organisasinya.
2. Manager mempunyai rasa tanggung jawab
yang tinggi untuk memikirkan baik produksi maupun orang-orang yang bekerja
denganya.
3. Manager mempunyai rasa tanggung jawab
yang tinggi untuk selalu memikirkan orang-orang yang bekerja dalam
organisasinya.
4. Kadangkala manager menjalankan tugas
secara otokratis.
5. Manager mempunyai pemikiran yang medium
baik pada produksi maupun pada orang-orang. (Gaya tengah-tengah)
c. Gaya tiga dimensi dari Reddin
William J. Reddin
menambahkan tiga dimensi dengan efektivitas dalam model gaya kepemimpinannya.
Selain efektivitas Reddin juga menambahkan dua hal mendasar yakni hubungan
pemimpin dengan tugas dan hubungan kerja. Gaya kepemimpinan yang efektif antara
lain:
1. Eksekutif.
Gaya yang banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan
kerja.
2. Developer
(pecinta pengembangan). Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap hubungan
kerja, dan perhatian minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan.
3. Benevolent
autocrat (otokratis yang baik). Gaya ini
memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan perhatian yang minimum
tehadap hubungan kerja.
4. Birokrat.
Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap
baik tugas maupun hubungan kerja.
Sedangkan
gaya yang tidak efektif adalah:
1. Compromiser
(pencinta kompromi). Gaya ini memberikan perhhatian
yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam situasi yang menekankan pada kompromi.
2. Missionari.
Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang-orang dan hubungan
kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan perilaku
yang tidak sesuai.
3. Otokrat.
Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap
tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak
sesuai.
4. Desrter
(lari dari tugas) gaya ini sama sekali tidak
memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja.
Perbedaan
antara gaya yang efektif dengan yang tidak efektif seringkali tidak terletak
pada perilaku pemimpin yang sesungguhnya tetapi pada kesesuaian perilaku bagi
lingkungan dimana perilaku itu diterapkan.[7]
d. Gaya empat sistem manajemen dari likert.
Menurut Rensis Likert
pemimpin dapat berhasil jika bergaya participative
management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika
berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Selain itu semua
pihak dalam organisasi bawahan maupun pemimpin menerapkan hubungan atau tata
hubungan yang mendukung (supportive
relationship). Empat sistem kepemimpinan yang dimaksud adalah:
1. Exploitive
authoritative. Manajer dalam hal ini sangat
otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka
mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistik.
2. Benevolent
authoritative. Pemimpin atau manajer yang termasuk
dalam sistem ini mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan,
mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman,
memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat, ide ide dari
bawahan dan memperbolehkan adanya delegasi wewnang dalam proses keputusan.
3. Manager
consultatif. Manajer dalam hal ini mempunyai sedikit
kepercayaan pada bawahan jika membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan
dan masih ingin melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya.
4. Partisipative
group. Dalam hal ini manager mempunyai
kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya.[8]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
1. Teori kepemimpinan meliputi:
a. Teori sifat yaitu lebih menekankan pada kecerdasan,
kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, motivasi diri dan dorongan
berprestasi, sikap-sikap hubungan kemanusiaan
b. Teori kelompok yaitu agar bisa mencapai
tujuan-tujuan, harus terdapat
suatu
pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya.
c. Teori situasional dan model kontijensi yaitu kepemimpinan seseorang
ditentukan oleh berbagai situasional dan saling ketergantungan satu sama lain.
Teori jalan
kecil-tujuan yaitu tujuan pemimpin adalah membantu pengikutnya mencapai tujuan
dan untuk memberikan penghargaan atau dukungan yang perlu guna memastikan
tujuan mereka sesuai dengan sasaran keseluruhan dari kelompok organisasi.
d. Pendekatan social learning dalam
kepemimpinan merupakan
suatu teori yang dapat memberikan suatu model yang menjamin kelangsungan,
interaksi timbal balik antara pemimpin lingkungan dan perilakunya sendiri.
2. Adapun gaya kepemimpinan yaitu:
a. Gaya kepemimpinan kontinum
b. Gaya managerial grid
c. Tiga dimensi dari Reddin
d. Empat sistem manajemen likert
DAFTAR PUSTAKA
Khaerul
Umam, perilaku organisasi, Pustaka
Setia, Bandung, 2010.
Miftah
Thoha, Kepemimpinan Dalam Manajemen, PT
Raja Grafindo, Jakarta, 2012.
Paul Hersey dan Kenneth h. Blanchard, Manajemen Perilaku Organisasi:Pendayagunaan Sumber Daya Manusia,
Ed.4, Trjmh Agus Darma, Erlangga, Jakarta,
Sopiah,
Perilaku Organisasional, ANDI Offset,
Yogyakarta, 2008.
[2] Khaerul
Umam, perilaku organisasi, Pustaka
Setia, Bandung, 2010. Hal 276-279
[3] Ibid., hal 280
[4] Miftah
Thoha, Kepemimpinan Dalam Manajemen, PT
Raja Grafindo, Jakarta, 2012. Hal.32-47
[5] Ibid., hal. 49
[6] sopiah, op.cit, hal. 112
[7] Paul Hersey dan
Kenneth h. Blanchard, Manajemen Perilaku Organisasi:Pendayagunaan
Sumber Daya Manusia, Ed.4, Trjmh Agus Darma, Erlangga, Jakarta,
[8] Miftah thoha, op.cit.,
hal50-58
Comments
Post a Comment