ANALISIS MANAJEMEN OPERASI DAN PRODUKSI BISNIS SYARIAH PADA PERUSAHAAN “COKELAT MONGGO” YOGYAKARTA
ANALISIS MANAJEMEN OPERASI DAN PRODUKSI BISNIS SYARIAH PADA
PERUSAHAAN “COKELAT MONGGO” YOGYAKARTA
Paper
Disusun Guna Memenuhi Tugas
UAS
Mata Kuliah: Manajemen Bisnis
Islam
Dosen Pengampu: M. Arif
Hakim, M.Ag.
Disusun Oleh :
Windy
Vinorika Yuli Astuti (212418)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM/MBS
TAHUN
2014
BAB
I
KASUS
SABTU,
31 MEI 2014 | 10:07 WIB
Berita
Cadbury Haram, Cokelat Monggo Tak Terganggu
TEMPO.CO, Yogyakarta -
Operasional pabrik cokelat di Yogyakarta, Chocolate Monggo, tidak terpengaruh
oleh maraknya pemberitaan soal pencabutan dua varian cokelat Cadbury produksi
Malaysia belakangan ini. Dalam dua varian cokelat, yakni Cadbury Dairy Milk
Hazelnut dan Cadbury Dairy Milk Roast Almond, yang ditarik dari peredaran
ditemukan jejak deoxyribonucleic acid (DNA) babi.
Proses pengolahan di pabrik Cokelat Monggo
terus berjalan karena perusahaan harus menggenjot produksi untuk memenuhi
tingginya permintaan cokelat di pasar. “Cokelat Monggo punya pangsa pasar yang
berbeda dengan produk coklat impor seperti Cadbury,” tutur juru bicara
Chocolate Monggo, Asridha S. Dina, kepada Tempo, Yogyakarta,
Jumat, 30 Maret 2014. Ditemui di pabrik Cokelat Monggo di Kotagede,
Asridha mengatakan Cokelat Monggo selama ini tak risau dengan beredarnya
cokelat impor di pasar domestik. Pasalnya, semua produk Cokelat Monggo selama
ini memiliki pasar yang sangat khusus. Selain itu, produsen juga punya
pelanggan loyal seperti yang berasal dari Jawa dan Bali.
Para pelanggan pun tak perlu ragu dengan
kehalalan produk Cokelat Monggo tersebut karena semua bahan baku cokelat pabrik
ini berasal dari dalam negeri. “Kami tidak mengimpor dari Malaysia. Bahan baku
cokelat kami datangkan dari Sulawesi, Sumatera, dan Jember,” kata Asridha.
Asridha juga menjamin Cokelat Monggo tidak
mengandung jejak DNA babi karena semua produk cokelat menggunakan mentega kakao
murni. Selain itu, mereka memeriksa produk cokelat secara berkala untuk menjaga
kualitas. Ia menjelaskan bahan baku yang digunakan pabrik selama ini
berupa remahan cokelat dari dalam negeri karena melimpah. Sebulan sekali mereka
mendapat pasokan bahan baku. “Cokelat Indonesia tak kalah dengan cokelat impor.
Kami pertahankan kualitas,” ucapnya.
SHINTA MAHARANI
(sumber:http://www.tempo.co/read/news/2014/05/31/090581386/Berita-Cadbury-Haram-Cokelat-Monggo-Tak-Terganggu )
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Manajemen Operasi dan Produksi dalam Bisnis Islam
Menurut
Schroeder (1994), manajemen operasi adalah proses-proses pengambilan keputusan
berkenaan dengan fungsi operasi. Manajer operasi bertanggung jawab untuk
menghasilkan barang atau jasa dalam organisasi.[1]
Sedangkan
menurut Fogarty (1989), manajemen operasi adalah suatu proses yang
berkesinambungan (kontinu) dan efektif menggunakan fungsi manajemen untuk
mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam rangka mencapai
tujuan. Secara umum, kegiatan operasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan
dengan penciptaan atau pembuatan barang, jasa, atau kombinasinya melalui proses
transformasi dari masukan sumber daya produksi menjadi keluaran yang
diinginkan.[2]
Produksi dalam
Islam yaitu tidak semata-mata ditujukan untuk memperoleh keuntungan
belaka, namun barang atau jasa yang
dihasilkan harus menciptakan kemanfaatan
sebesar-besarnya bagi manusia. Menurut Yusuf Qaradhawi prinsip moral yang
digariskan dalam produksi islami yaitu meliputi dua hal penting; berproduksi
dalam lingkungan halal dan memberi perlindungan pada kekayaan alam.[3]
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa manajemen operasi/produksi bisnis islam adalah
aktivitas untuk mengatur dan mengkoordinasikan sumber daya untuk menciptakan
dan menambah kegunaan barang atau jasa dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemaslahatan. Dalam ekonomi islam, para produsen dilarang keras untuk
memproduksi barang atau jasa yang
menimbulkan kemafsadatan dan kerusakan bagi manusia. Produsen harus
memastikan bahwa produknya akan membawa
kemaslahatan bagi manusia. Bahkan bukan hanya kemaslahatan untuk manusia tetapi
juga bagi alam semesta dengan segala
isinya.[4]
B.
Sistem Operasi dan Produksi dalam Islam
Istilah sistem operasi dan produksi mengacu pada sistem transformasi yang
menghasilkan barang/jasa. Dalam sistem operasi dan produksi islami yaitu
menjamin kehalalan bagi setiap input, proses dan output, serta
mengedepankan produktivitas dalam koridor syariah. Semua yang menjadi masukan (input)
adalah energy, material, tenaga kerja, modal dan informasi yang sesuai dengan
ketentuan syariah. Semua input diubah menjadi barang/jasa melalui
teknologi proses yang halal, yaitu metode tertentu yang digunakan untuk
melakukan transformasi dengan ketentuan halal, sehingga menghasilkan output
yang sesuai dengan kaidah islam.[5]
Pada prinsipnya sistem operasi dan
produksi islam terkait seluruhnya dengan syariat Islam, dimana seluruh
kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu sendiri.
Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari kebahagiaan (falah),
demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah
tersebut. Berikut adalah beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam kegiatan
operasi dan produksi yang dikemukakan oleh Muhammad Al-Mubarak dalam kitabnya
”Nizam Al-Islami Al-Iqtisadi: “Mabadi Wa Qawa’id ‘Ammah”:
1.
Dilarang
memproduksi dan memperdagangkan komoditas sekumpulan yang tercela atau haram karena bertentangan dengan syari’ah.
2.
Kegiatan
produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan, dan memenuhi
kewajiban zakat, sedekah, infak atau wakaf.
3.
Kegiatan
produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan lingkungan
sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat dalam skala yang luas.[6]
C.
Perencanan Operasi dan Produksi dalam Islam
1.
Perencanaan
kapasitas.
Perencanaan
kapasitas yaitu perencanaan untuk mengatur jumlah produksi barang pada kondisi
kerja normal.
2.
Perencanaan
lokasi.
Penentuan
lokasi diperlukan untuk efektivitas dan efesiensi produksi, serta agar pihak
manajemen tidak salah langkah.
3.
Perencanaan
tata ruang.
Penentuan
tata ruang dibutuhkan untuk menyediakan fasilitas-fasilitas yang berkaitan
dengan operasi perusahaan. Kaitannya dengan bisnis islam maka salah satunya
yaitu menyediakan tempat beribadah.
4.
Perencanaan
kualitas.
Perencanaan
operasi harus memastikan bahwa produk memenuhi standar kualitas perusahaan.
5.
Perencanaan
metode.
Penentuan metode diperlukan untuk mengurangi pemborosan dan
efisiensi.[7]
D.
Keputusan Operasi dan Produksi dalam Islam
1.
Keputusan
berkaitan dengan proses.
Keputusan mengenai proses yaitu berkenaan dengan fasilitas yang
akan digunakan untuk memproduksi barang atau jasa, serta menyangkut tipe
peralatan dan teknologi, arus proses, dan aspek-aspek lain. Dalam bisnis islam,
maka keputusan yang berkaitan dengan proses yaitu harus halal.
2.
Keputusan
berkaitan dengan kapasitas.
Keputusan mengenai kapasitas diperlukan untuk menghasilkan jumlah
produk yang tepat, di tempat yang tepat dan waktu yang tepat pula. Dalam
konteks bisnis islam yaitu tidak boleh meproduksi secara berlebihan, sehingga
menimbulkan kemubadziran. Selain itu, tidak boleh memasarkan produk dalam
keadaan kadaluarsa.
3.
Keputusan
berkaitan dengan persediaan
Keputusan berkaitan dengan persediaan ini mencakup apa yang akan
dipesan, berapa banyak dan kapan dipesan. Dalam bisnis islam, maka dalam
menentukan keputusan tersebut harus
dengan hati-hati agar tidak menimbulkan
pemborosan dan menimbulkan kerugian.
4.
Keputusan
berkaitan dengan tenaga kerja.
Keputusan berkaitan dengan tenaga kerja mencakup bagaimana
rekrutmen dilakukan. Dalam bisnis islam maka
ada kategori tenaga kerja yang bisa direkrut yaitu dengan karakteristik;
islam, iman, shiddiq, amanah, tabligh, fatanah, itqan, ihsan, istiqamah, jihad,
dan ta’awun.
5.
Keputusan
berkaitan dengan mutu/kualitas.
Keputusan
yang menyangkut penentu mutu produk ini harus selalu menjadi orientasi bersama
dalam setiap proses operasi yaitu meliputi penetapan standar, desain peralatan,
pemilihan orang-orang terlatih dan pengawasan terhadap produk yang dihasilkan.[8]
BAB III
ANALISIS
Manajemen Operasi dan Produksi Islami Cokelat Monngo
A.
Sistem Operasi dan Produksi Cokelat Monggo dalam Islam
Sistem operasi dan produksi Cokelat Monggo dapat dikatakan
islami setidaknya jika dapat memenuhi
prinsip kegiatan operasi
dan produksi seperti yang dikemukakan
oleh Muhammad Al-Mubarak dalam kitabnya ”Nizam Al-Islami Al-Iqtisadi: “Mabadi
Wa Qawa’id ‘Ammah” yaitu meliputi:
a.
Dilarang
memproduksi dan memperdagangkan komoditas sekumpulan yang tercela atau haram karena bertentangan dengan
syari’ah.
b.
Kegiatan
produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan, dan memenuhi
kewajiban zakat, sedekah, infak atau wakaf.
c.
Kegiatan
produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan lingkungan
sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat dalam skala yang luas.
Cokelat Monggo diproduksi di Indonesia dan disiapkan oleh ahli
cokelat yang menjunjung tinggi tradisi dalam membuat cokelat. Semua produk
Cokelat Monggo terbuat dari premium dark cokelat dengan 100% mentega kakao.
Cokelat Monggo diolah dari biji kakao pilihan dari perkebunan Jawa, Sumatra dan
Sulawesi. Setiap varian produk memiliki keunikan dari citra rasa asli
bahan-bahan Indonesia yang merupakan kreasi dari ahli cokelat Belgia di rumah
produksi Cokelat Monggo.
Dalam proses pembuatan/produksi kakao sampai menjadi
produk Cokelat Monggo, ada beberapa tahap yang dilakukan diantaranya yaitu:
a)
Memilih Kakao
Kakao dipanen dari Sulawesi, Sumatera, dan Jember sepanjang tahun, khususnya pada bulan November, Januari, Mei dan Juli. Pohon kakao
tidak begitu kuat dan akarnya lunak sehingga tidak mudah untuk memanjat dan
memanen buah kakao tersebut. Buah – buah kakao tersebut dipetik dan dimasukkan
ke dalam keranjang dan dikumpulkan di pinggir ladang, lalu buah kakao tersebut
dikupas. Antara 20 sampai 50 biji kakao berwarna krem dapat dihasilkan dari
satu buah kakao. Biji kakao disortir dan dipilih yang berkeadaan bagus.
b)
Fermentasi
Proses fermentasi dilakukan dengan meletakkan
biji kakao basah di dalam keranjang dan
ditutup daun pisang. Dengan proses tersebut, lapisan di sekeliling biji
kakao mulai memanas dan menfermentasi. Proses ini dilakukan untuk menghilangkan
rasa pahit dan memperkuat rasa cokelat itu sendiri. Hasilnya adalah biji kakao
tersebut menjadi padat dan berwarna cokelat serta siap untuk dikeringkan,
biasanya dijemur di luar.
c)
Pengeringan biji Kakao
Dengan cuaca
yang sesuai, biasanya pengeringan biji kakao dapat dilakukan dalam beberapa
hari. Selama proses pengeringan, biji kakao akan kehilangan kelembabannya yang
berukuran lebih dari setengah berat biji basah. Petani tersebut terus membalik
– balik biji kakao tersebut serta memisahkan serpihan – serpihan biji kakao.
Biji kakao dari satu buah kakao standar yang sudah dikeringkan apabila
ditimbang beratnya tidak lebih dari 55 g, dan biasanya dibutuhkan 400 buah
kakao untuk membuat 450g cokelat. Biji kakao kering yang sudah siap untuk
dikirimkan dalam karung mempunyai berat 60 sampai 90 kg.
d)
Pembersihan biji Kakao
Setelah
kualitas biji kakao diteliti oleh pembeli maka tiba saatnya untuk mengolah biji
kakao tersebut. Langkah pertama dari pengolahan adalah pembersihan. Hal ini
dilakukan dengan memasukkan biji kakao tersebut kedalam mesin pembersih yang
akan memisahkan sisa daging dan kulit buah kakao. Ketika biji tersebut sudah
dibersihkan secara keseluruhan, maka biji kakao tersebut ditimbang dan
dihaluskan sesuai dengan ukuran dan standar dari perusahaan.
e)
Roast/Pemanggangan biji kakao
Untuk mendapatkan cita rasa yang kuat dari biji
kakao tersebut, maka buah cokelat tersebut di panggangdi dalam sebuah tabung
silinder yang besar dan berputar. Proses ini dapat berlangsung selama 30 menit
sampai 2 jam tergantung dengan jenis coklat yang akan diproduksi. Setelah
pemanggangan maka biji kakao tersebut didinginkan dan dikupas kulit luarnya
yang gosong akibat proses pemanggangan tadi.
d) Coklat yang dapat dimakan
Pada saat bubuk cokelat di buat maka lemak
nabati dari biji kakao bernama mentega kakao akan dihilangkan, sedangkan untuk membuat cokelat yang dapat
dimakan maka lemak nabati tadi justru ditambahkan dalam pembuatannya. Cokelat
batangan berkualitas tinggi memadarkan minimal 25% mentega kakao dari berat
cokelat. Dengan adanya mentega kakao tersebut, cokelat akan lebih bercita rasa
dan akan lebih lunak. Campuran kakao massa, mentega kakao, gula dan perasa ini
kemudian akan memasuki proses “conching”, proses ini menciptakan pasta cokelat
yang halus. Proses ini berlangsung selama yang diinginkan, biasanya selama
beberapa jam sampai dengan 5 hari. Setelah proses penghalusan, campuran
cokelat tersebut melalui proses pengaturan suhu dengan proses dipanaskan, di
dinginkan, dan dipanaskan kembali (tempering process). Akhirnya campuran
cokelat tersebut dimasukan ke dalam cetakan dan dibentuk sesuai keinginan.
Ketika cokelat sudah di cetak, maka cokelat dimasukkan ke tempat pendinginan
dengan suhu yang stabil untuk menjaga cita rasa cokelat tersebut. Setelah itu,
cokelat dilepaskan dari cetakan dan dikemas yang kemudian dipasarkan pada
distributor dan konsumen. Sedangkan lapisan tipis luar dari biji kakao
yang sudah dipisahkan dengan menggunakan mesin, selanjutnya digiling sampai dengan mentega kakao mulai
mencair akhirnya akan berbentuk cairan kental yang di beri nama cokelat
liquor dan akan dimasukkan ke dalam cetakan dan didiamkan sampai padat .
Cokelat liquor tersebut akan terasa pahit.
Dengan
demikian maka Cokelat Monggo selalu mengedepankan kualitas dengan produksi
secara alami dan memperhatikan setiap bahan yang ada dalam produksi serta tidak
mengandung bahan yang haram. Oleh karena itu, Cokelat Monggo tidak memproduksi
produk yang tercela, bahkan produk yang dihasilkan adalah aman yaitu dengan bahan premium
dark cokelat yang 100% mentega kakao. Sehingga produksi Cokelat Monggo dapat
dikatakan sesuai dengan syariah.
Kemudian dalam kegiatan produksi yang harus
memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan, dan memenuhi kewajiban zakat,
sedekah, infak atau wakaf. Cokelat Monggo pun sudah membuktikannya dengan
kepeduliannya terhadap anak yatim dan kaum dhuafa. Pada tanggal 13 April 2014,
Ketua Amanah Sedekah, Suminta, menerima donasi dari Cokelat Monggo di kantor
distributor Cokelat Monggo di kawasan Pancoran Barat, Jakarta Selatan. Donasi
cokelat sebanyak 160 Paket disumbangkan dalam rangka berbagi bersama anak yatim
dan kaum dhuafa bersama Cokelat Monggo.
Dalam kegiatan produksi yang harus menjaga nilai-nilai
keseimbangan dan harmoni dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam
masyarakat dalam skala yang luas, Cokelat Monggo juga terbukti melakukannya.
Sejak awal mula tujuan dari Cokelat Monggo
tidak hanya memproduksi cokelat yang lezat namun juga bertanggung jawab akan
dampak-dampak yang timbul pada masyarakat dan lingkungan sekitar dengan
menghormati budaya yang unik dari negeri Indonesia. Dalam melakukannya, Cokelat Monggo
melakukan gebrakan baru dalam bisnis cokelat di Indonesia. Cokelat Monggo
mengembangkan panduan sendiri dan konsisten bekerja untuk memperbaiki dampak-dampak
sosial dan lingkungan.
Lingkungan Indonesia menyediakan sumber daya
untuk Cokelat Monggo . Dengan demikian, merupakan tanggung jawab Cokelat
Monggo untuk merawat sumber daya dan lingkungan tersebut secara berkelanjutan.
Upaya tersebut ditujukan untuk menyelamatkan lingkungan yang meliputi:
a)
Air
Cokelat Monggo hanya menggunakan pemanas air
tenaga surya selama proses produksi dan berusaha mengurangi penggunaan air
selama proses produksi.
b)
Energi
Cokelat Monggo sebagian besar
dibuat secara manual, hal inilah yang membuat unik, cokelat Jawa terbaik
yang sesungguhnya. Proses ini secara langsung mengurangi konsumsi energi.
Dalam proses produksi yaitu mencoba mengurangi penggunaan mesin
sebisa mungkin. Hal ini juga akan mengurangi penggunaan listrik dan juga
menyediakan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Namun demikian, Cokelat
Monggo tidak dapat sepenuhnya menghindari penggunaan mesin, karena dalam proses
produksi juga membutuhkan tenaga mesin untuk memproduksi cokelat yang
berkualitas. Selain itu, dalam
penggunaan energi, area produksi terisolasi dengan baik untuk menjaga
penggunaan AC agar tetap rendah.
c)
Kemasan
Dalam
produksi Cokelat Monggo mencoba untuk menggunakan plastik seminimal mungkin dan
kalaupun harus menggunakan plastik yaitu menggunkan plastik biodegradable.
Cokelat Monggo juga sudah membahas tentang penggunaan kertas bersertifikat FSC
dan kemasan barunya sudah diluncurkan untuk beberapa produk. Selain itu, Cokelat
Monggo menggunakan kertas aluminium yang mudah didaur ulang dan tidak berbahaya
bagi bahan cokelat apapun. Pada setiap bagian dalam kemasan, pelanggan dapat menemukan tips untuk gaya hidup lebih
ramah lingkungan, yang dapat memberikan kontribusi positif atas kesadaran
terhadap keseluruhan masalah lingkungan. Proyek ini belum selesai tetapi akan
diluncurkan segera.
d) Alam
Usaha Cokelat Monggo menanam pohon
kakao dan berencana untuk menanam lebih banyak. Usaha Cokelat Monggo selalu
berpikir tentang ide-ide bagaimana mengembalikan apa yang telah diberikan oleh
alam kepadanya. Kemasan dari setiap produk Cokelat monggo yaitu mencantumkan
petunjuk bagi pelanggan untuk membuang kemasan di tempat pembuangan
sampah, seperti tong sampah dan kotak sampah. Dengan melihat gambar orang
Jawa membuang kemasan ke tempat sampah akan mendorong konsumen untuk melakukan
hal yang sama juga.
e)
Pengeluaran /
Emisi
Industri
Cokelat bukan merupakan industri yang bebas emisi sama sekali. Produsen
coklat yang paling terkenal berada di Eropa, terutama di Belgia dan Swiss.
Fakta bahwa cokelat hanya tumbuh di dekat daerah katulistiwa menjelaskan dengan
sendirinya, bahwa bahan bakunya harus dikirim atau diterbangkan ke
negara-negara ini sebelum proses produksi dimulai. Cokelat Monggo berada di Indonesia
dan bahan baku utama berasal dari Indonesia.
Inilah yang membuat usaha Cokelat Monggo dapat menjaga emisi CO2 per KG cokelat
sangat rendah, yang membuat Cokelat Monggo adalah pilihan yang benar-benar
ramah lingkungan bagi pelanggan Indonesia.
Disamping itu, situasi ekonomi Cokelat
Monggo tergantung pada fluktuasi permintaan seperti terjadi pada setiap
industri. Namun usaha Cokelat Monggo tetap memperhatikan karyawan.
Kebanyakan mereka dari Yogyakarta dan sekitarnya. Sejak dulu hingga sekarang,
usaha Cokelat Monggo tidak pernah memberhentikan karyawan karena alasan
fluktuasi dan akan mencoba untuk terus melakukannya hingga nanti. Infrastruktur baru dan generasi pekerjaan
baru, pelatihan bagi karyawan pabrik dan tour gratis untuk sekolah adalah beberapa
contoh keterlibatan usaha Cokelat Monggo dalam masyarakat.
Salah satu hal utama yang diperhatikan
Cokelat Monggo adalah Hak Asasi Manusia. Usaha Cokelat Monggo selalu
memperhatikan karyawannya. Setiap individu harus memiliki tempat yang aman dan
berkelanjutan. Diskriminasi tidak akan ditolerir di perusahaan ini. Untuk
menjaga tempat kerja seaman mungkin perusahaan melakukan beberapa pelatihan
tentang keamanan tempat kerja, misalnya latihan kebakaran yang dilakukan secara
berkala tiap tahun. Sebuah tim dokter akan membantu karyawan dalam hal layanan kesehatan dan sebagai
langkah selanjutnya perusahaan akan melaksanakan pelatihan pertolongan pertama
secara berkala tiap tahun karena hanya karyawan bahagia dan sehat dapat
membantu perusahaan untuk menghasilkan coklat seperti yang telah dikembangkan
sebelumnya oleh tim perusahaan. Sampai hari ini tidak pernah terjadi insiden
kekerasan di tempat usaha karena pihak perusahaan saling menghormati.
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa sistem operasi
dan produksi cokelat monggo adalah sesuai dengan syariah, karena pada dasarnya
produksi Cokelat Monggo adalah menciptakan kemaslahatan yang bertujuan pada falah
(kebahagiaan). Sehingga memang benar bahwa keeksistensian produk cokelat
Monggo tidak terpengaruh dengan berita mengenai cokelat-cokelat produksi luar
negeri yang haram.
B. Perencanaan
Operasi dan Produksi Islami Cokelat Monggo
a. Perencanaan kapasitas.
Perencanaan kapasitas yaitu perencanaan untuk mengatur jumlah
produksi barang pada kondisi kerja normal. Dalam hal ini, perencanaan kapasitas
Cokelat Monggo tiap bulanya adalah 2 ton cokelat.
b.
Perencanaan
lokasi.
Penentuan lokasi diperlukan untuk efektivitas dan efesiensi
produksi, serta agar pihak manajemen tidak salah langkah. Dalam hal ini, lokasi
Cokelat Monggo terletak di Kotagede, Yogyakarta. Penentuan lokasi di Yogyakarta
yaitu untik efektivitas dan efisiensi produksi, karena pada dasarnya Yogyakarta
adalah salah satu daerah yang merupakan daerah pariwisata dengan jumlah
pengunjung yang relatif banyak. Dengan demikian maka produk Cokelat
Monggo dapat didistribusikan kepada masyarakat sekitar juga para wisatawan, dan
hal tersebut dapat meningkatkan volume penjualan serta meningkatkan keuntungan.
c.
Perencanaan
tata ruang.
Penentuan tata ruang Cokelat Monggo yaitu berbentuk griya cokelat
yang unik dan elegan. Bagian depannya yaitu toko penjualan cokelat tersebut,
sedangkan bagian belakang dari griya tersebut yaitu tempat proses produksi.
Setiap departemen produksi dibedakan ruangannya secara efektif dan efisien.
Susunan tata ruang sangat rapi. Selain itu, menyediakan tempat ibadah untuk
para pegawai.
d.
Perencanaan
kualitas.
Perencanaan kualitas Cokelat Monggo yaitu menciptakan cokelat
dengan cita rasa yang khas Jawa-Belgia yang terbuat dari kakao murni, tanpa
pengawet, tanpa tambahan gula dan tanpa
tambahan bahan haram.
e.
Perencanaan
metode.
Penentuan metode produksi yang diperlukan untuk Cokelat Monggo untuk mengurangi pemborosan dan efisiensi
yaitu dengan menggunakan sebagian mesin-mesin sebagai alat bantu proses
produksi. Selain itu juga dengan mendistribusikan atau membuat cabang
distribusi di kota-kota besar, salah satunya adalah Jakarta. Hal tersebut
dilakukan untuk meningkatkan volume penjualan.
C. Keputusan Operasi dan Produksi Islami Cokelat
Monggo
a.
Keputusan
berkaitan dengan proses.
Dalam
menentukan proses produksi, Cokelat Monggo selalu mengedepankan kualitas dan
kehigenisan produknya. Bahan yang digunakan
yaitu bahan premium dark cokelat dengan 100% mentega kakao, tidak mengandung
gula, bahan pengawet, dan campuran bahan haram. Selain itu, proses produksinya
juga memperhatikan aspek lingkungan agar tercipta keselarasan dan tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, salah satunya yaitu dengan
mengefektifkan dan mengefisiensikan dalam penggunaan air, energi, plastic,
kertas dan lain sebagainya. Sehingga proses produksinya distandarkan agar aman
dan halal.
b.
Keputusan
berkaitan dengan kapasitas.
Setiap sebulan, kapasitas produksi Cokelat Monggo yaitu 2 ton
cokelat dengan hasil kurang lebih 15 ribu batang cokelat yang siap makan. Hal
tersebut juga dilandasi oleh permintaan pasar, bahkan kadang produksinya juga
bisa lebih, dan tidak menimbulkan kemubadziran. Dengan harganya yang kompetitif,
kualitas produk yang bagus dan cita rasanya lezat, maka tidak menutup
kemungkinan bahwa volume penjualan dapat naik setiap bulannya.
c.
Keputusan
berkaitan dengan persediaan
Keputusan berkaitan dengan persediaan, maka Cokelat Monggo dalam
menentukan keputusan tersebut sangat hati-hati dan penuh pertimbangan dengan
melihat situasi dan kondisi yang dapat dibaca perusahaan, agar tidak menimbulkan pemborosan dan menimbulkan
kerugian.
d.
Keputusan
berkaitan dengan tenaga kerja.
Seperti telah disebutkan bahwa perusahaan Cokelat Monggo
sangat memperhatikan karyawannya. Namun demikian ini bukan hanya tentang
anti-diskriminasi, mempekerjakan staf lokal dan perawatan kesehatan. Untuk
pelatihan yang berkelanjutan, Cokelat Monggo melaksanakan pelatihan reguler dan
peningkatan keterampilan, mengajarkan strategi manajemen terkini yang relevan
dan melakukan penelitian intern. Semua ini untuk mempersiapkan staf Cokelat
Monggo akan bisnis yang cepat berubah, di dalam maupun di luar industri
cokelat. Perusahaan yakin bahwa dapat
mengubah masyarakat menjadi individu yang lebih fleksibel dan mudah
beradaptasi. Efek ilmu pengetahuan yang menetes ke bawah dapat membantu semua
orang di seluruh perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari pengetahuan dan
keahlian dalam bisnis cokelat. Sehingga dengan demikian seluruh karyawan akan
teredukasi dan menciptakan sumber tenaga kerja yang handal.
e.
Keputusan
berkaitan dengan mutu/kualitas.
Keputusan Cokelat Monggo yang menyangkut penentu mutu produk yaitu dengan memproduksi
sesuai standar MD nasional untuk semua produk, dan pengerjaannya di akreditasi
oleh Departemen Kesehatan. Namun demikian seluruh produk dikerjakan sesuai
peraturan dari Badan Pemeriksaan Obat Makanan. Sehingga semua produk Cokelat
Monggo halal dan telah diakreditasi oleh MUI. Sebisa mungkin perusahaan membuat
produk sehigienis mungkin, mengajarkan karyawan untuk berperilaku sehigienis
mungkin dan mengundang wakil dari pemerintah yang berwenang untuk
menerima produksi yang telah disetujui.
Karena keahlian ahli cokelat Belgia di perusahaan tersebut, perusahaan dapat
memiliki cokelat yang rasanya luar biasa bahkan di iklim yang sulit seperti ini
di Indonesia. Selain standar higienis, perusahaan juga ingin produk Cokelat
Monggo memuaskan dalam rasa dan masalah kesehatan. Produksi Cokelat Monggo
yaitu menggunakan mentega kakao 100%, bahan-bahan alami dan hanya kakao
terbaik. Untuk meningkatkan manfaat kesehatan dari cokelat tersebut, perusahaan
sangat ingin mengembangkan cokelat yang mengandung bahan organik.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa produksi Cokelat Monggo memang terbukti dalam
operasi dan produksinya adalah memperhatikan segi-segi ke islaman. Bahkan usaha
ini telah mendapat sertifikasi halal dari MUI , sehingga status kehalalan
produk tersebut tidak lagi meragukan.
DAFTAR PUSTAKA
Ariska.
(2013). Konsep Produksi dalam Islam “Etika Bisnis”. (online). Tersedia: http://syariah-staisbs.pun.bz/konsep-produksi-dalam-islam-etika-bisnis.xhtml (1 Desember 2014).
Azhari
Akmal Tarigan, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi, Citapustaka Media Perintis,
Bandung, 2002.
Hery
Prasetya dan Fitri Lukiastuti, Manajemen Operasi, MedPress, Yogyakarta,
2009.
Muhammad
Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam,
Gema Insani Press, Jakarta, 2002.
Nana
Herdiana Abdarrahman, Manajemen Bisnis Syariah dan Kewirausahaan,
Pustaka Setia, Bandung, 2013,
Yusuf
Qaradhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, alih bahasa, Zainal
Arifin dan Dahlia Husin, Gema Insani
Press, Jakarta, 1997.
[1]
Muhammad Ismail
Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam, Gema
Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 153.
[2] Hery Prasetya
dan Fitri Lukiastuti, Manajemen Operasi, MedPress, Yogyakarta, 2009,
hlm.2-3.
[3] Yusuf
Qaradhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, alih bahasa, Zainal
Arifin dan Dahlia Husin, Gema Insani
Press, Jakarta, 1997, hlm. 117-118.
[4]
Azhari Akmal
Tarigan, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi, Citapustaka Media Perintis, Bandung,
2002, hlm. 185.
[5]
Muhammad Ismail
Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Op. cit., hlm. 154.
[6] Ariska. (2013). Konsep Produksi dalam Islam “Etika Bisnis”.
(online). Tersedia: http://syariah-staisbs.pun.bz/konsep-produksi-dalam-islam-etika-bisnis.xhtml (1 Desember 2014).
[7]
Nana Herdiana
Abdarrahman, Manajemen Bisnis Syariah dan Kewirausahaan, Pustaka Setia,
Bandung, 2013, hlm. 100-110.
[8] Muhammad Ismail
Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Op. cit., hlm 155-159.
Comments
Post a Comment